‘Ngentrung’ di Festival Malang Tempo Doeloe
Oleh : M. Abd. Wahid Ato’illah
Setelah sempat
berhenti selama satu tahun, akhirnya Festival Malang Tempo Doeloe kembali
digelar. Kemarin Jum’at, 2 Mei 2014 Kota Malang seakan menjadi lautan manusia.
Ribuan orang tumpah ruah disekitar Alun-alun sampai sepanjang jalan menuju
kawasan Kayutangan. Pihak Yayasan Inggil yang bekerja sama dengan Pemkot Malang
sebagai penyelenggara Malang Tempo Doeloe kali ini mengambil tema “Satoes Akoe,
100 Lakoe” sekaligus untuk merayakan Hari jadi Kota Malang yang ke-100 Tahun
dengan harapan masyarakat Kota Malang dapat melakukan 100 tindakan positif atau
seratus Lelaku untuk kebaikan kota Malang.
Hampir sama
seperti Malang Tempo Doeloe sebelumnya, pengunjung yang terdiri dari berbagai macam
kalangan disuguhkan beberapa kuliner-kuliner dan souvenir khas Kota Malang. Disepanjang
jalan banyak didirikan stand-stand
yang menjual jajanan-jajanan Tempo Doeloe seperti cenil, opak gambir,gulo
kacang dan jajanan-jajanan lain yang sulit dijumpai saat ini. Dan juga banyak dijajakkan
souvenir-souvenir unik dan menarik yang sangat khas dengan kota yang dijuluki
Kota Apel ini.
Aroma Tempo Doeloe semakin terasa karena banyak
didirikan panggung-panggung hiburan seperti panggung Wayang, panggung Kentrung,
panggung musik lawas, panggung ludruk, gambus,layar tancap dll. Festival Malang
Tempo Doeloe seakan menjadi gairah tersendiri bagi seniman-seniman Kota Malang
untuk berkarya dan menyuguhkan kesenian-kesenian Tradisonal yang mulai tergerus
oleh budaya-budaya asing.
Salah satu
panggung yang berada di Festival Malang tempo Doeloe adalah panggung Kentrung
yang berada di depan Ramayana Departemen
Store. Panggung kentrung menampilkan pertunjukan seni Kentrung yaitu seni
bercerita dgn iringan musik jedhor dan templing yang dimainkan oleh 3-4 orang
dengan satu orang sebagai Dalang yang menceritakan. Namun, UKM operet &
Kentrung Blero Universitas Negeri Malang menampilkan kesenian kentrung dalam
bentuk yang berbeda. Salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa yang berada di Universitas Negeri Malang ini mengkreasikan
kentrung dengan menampilkan aktor-aktor untuk menvisualisasikan cerita yang dibawakan.
Serta dengan diiringi alunan Musik Kontemporer untuk lebih menguatkan cerita. Juga
diselingi dengan Guyonan-guyonan segar yang mampu mengocok perut penonton yang
menyaksikan. Sedikit sentuhan Operet yang ditampilkan pada pertunjukan kali ini
dimaksudkan untuk memberi sedikit warna kentrung kreasi.
Pada
penampilan kali ini UKM Blero membawakan cerita Anusapati dengan judul “Sepasang Naga di Satu Sarang”. Cerita
ini diilhami oleh cerita dari Kerajaan Singhasari sepeninggal Raja Ken Arok
hingga Raja Tohjaya yang menjadi penguasa kerajaan Singhasari. Dengan siasat
licik dari raja Tohjaya, Anusapati dibunuh dengan Keris Empu Gandring oleh Raja
Tohjaya melalui utusannya, pada pagelaran sabung ayam yang di gelar oleh Raja
Tohjaya.
Festival
Malang Tempo Doeloe menjadi hiburan gratis dan merakyat untuk warga Kota
Malang. Maka diharapkan, event Malang Tempo Doeloe menjadi sarana untuk melestarikan
budaya-budaya Kota Malang, kesenian-kesenian tradisional dan mengenalkan
sejarah kota Malang pada masa lampau.